12:29:00 AM
0
Baiklah pada kesempatan ini kita coba membahas tentang Locus dan Tempus delicti dalam Cyber Crime. Cybercrime
adalah sebuah tindakan kejahatan dan melanggar hukum yang mana aktivitasnya menggunakan komputer dan jaringan sebagai media untuk melancarkan aksi kejahatannya. Dalam sebuah kejahatan untuk penentuan locus dan tempus delicti itu sangat penting apalagi dalam cyber crime yang mana kejahatan tersebut dapat dilakukan tanpa bersentuhan langsung dengan korban dan waktunya kapan saja bisa dilakukan. Fokus utama dalam Locus dan Tempus delicti adalah untuk menentukan tempat dan waktu dalam kejahatan, agar dapat diketahui jenis kejahatan dan hukuman yang pantas diberikan terhadap terdakwa berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. 

Pelanggaran yang terjadi yang diatur dalam hukum pidana disebut dengan tindak pidana, dan yang berkaitan dengan tindak pidana yaitu tempat dan waktu tindak pidana yang disebut-sebut sebagai unsur tindak pidana walaupun pada kenyataannya ada juga sebagian kecil rumusan tindak pidana tertentu di mana mengenai hal waktu dan tempat untuk menjadi unsur, baik sebagai unsur yang memberatkan, misalnya waktu malam dalam sebuah kediaman, atau sebagai unsur pokok, misalnya jalan umum.

LOCUS DELICTI
4 (Empat) Ajaran menentukan Locus Delicti :
  1. Tempat di mana pelaku ketika melakukan suatu Tindak Pidana.
  2. Tempat dimana alat yang digunakan bekerja.
  3. Tempat teradinya suatu akibat, yang merupkan penyempurnaan dari tindak pidana yang telah terjadi.
  4. Gabungan dari ketiga-tiganya atau 2 (dua) di antar ajaran-ajaran tersebut.
Locus Delicti, Locus (Inggris) yang berarti lokasi atau tempat, secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilhat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana.
Locus delicti perlu diketahui untuk:
  • Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana tersebut atau tidak. Ini berhubungan dengan pasal 2-8 KUHP.
  • Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Ini berhubungan dengan kompetensi relative. Pasal 84 (1) KUHP yang membuat prinsip dasar tentang kompetensi relative, yakni pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan di dalam daerah hukumnya.
  • Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan.
Penentuan Locus delicti berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHP yang merupakan legislasi di Indonesia mengatur bahwa pada prinsipnya locus delicti suatu tindak pidana adalah tempat dimana tindak pidana itu dilakukan. Penyidik dapat melakukan locus delicti dengan berasarkan dimana pelaku meng-upload data ke internet/melakukan serangan terhadap korbanya melalui jaringan internet dan/atau server tempat dimana website tersebut berada dan dimana saja sepanjang website dapat diakses melalui internet serta termasuk akibat yang ditimbulkan.
Berdasarkan pasal 2 UU ITE, Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum sepanjang ada pelanggaran terhadap UU ITE dan/atau ada kepentinga bangsa Indonesia yang dirugikan.

TEMPUS DELICTI
Pasal 8 dalam UU ITE secara garis besar berisikan penjelasan mengenai Tempus Delicti atau waktu kejadian dalam sebuah tindak pidana cybercrime. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 8 ayat 4 butir a dan b :
  1. Waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
  2. Waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Tempus Delicti, Tempus dari kata Tempo yang berarti waktu, secara istilah yaitu berlakunya hukum pidana yang dilihat dari segi waktu terjadinya perbuatan pidana. Salah satu acuan bagi penyidik dalam melakukan tempus delicti tindak pidana tersebut adalah dengan melihat pada log file yang terdapa dalam barang bukti digital.

Penentuan tempus delicti dalam kejahatan cyber crime dengan kejahatan biasa sama hanya saja yang membedakan adalah kejahatan cyber crime, kejahatan tersebut diakses menggunakan media elektronik yang menghubungkan dengan namanya internet. Dimana penentuan tempus delicti dalam teori pidana yakni sebagai berikut:
  1. Teori Perbuatan Fisik : Yaitu teori yang menjelaskan kapan suatu delik dilakukan oleh tersangka.
  2. Teori bekerjanya alat yang digunakan : Yaitu teori yang menjelaskan mengenai kapan suatu alat yang digunakan untuk melakukan suatu delik itu diaktifkan dan berakhir hingga memberikan akibat bagi korbannya.
  3. Teori Akibat : Yaitu teori yang menjelaskan mengenai kapan akibat mulai timbul ketika terjadi suatu delik.
  4. Teori waktu yang Jamak (Kartanegara, 2000:158)
Ketika kita melihat penelitian tugas akhir dari Martini Pudji Astuti, sala satu mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Penentuan Tempus Dan Locus Delicti Dalam Kejahatan Cyber Crime”. Dalam penelitian tersebut Peneliti mengambil objek penelitian di Reskrim Polda Jawa Tengah, dara data wawancara dengan Penyidik khusus cyber crime polda jawa tengah bahawa penentuan tempus delict, kepolisian memerikasa pertama kapan pelaku mengakses, membuat dan/atau melakukan dalam system internet, selanjutnya akibat perbuatan tersebut terjadi maka tempusnya kapan data tersebut diterima oleh sistem komputer atau penerima pesan tersebut. Selanjutnya dalam penentuan waktu kejahatan tersebut dilakukan saat pelaku mengakses sebuah internet, secara otomatis waktu baik itu tanggal, bulan dan waktu telah tersimpan dalam dokumen yang diakses. Dari sini kita bisa melihat bahwa kepolisian menggunakan teori Uploader dan Downloader seperti yang dikemukakan oleh Menthe. Disisi lain Jaksa penuntut umum yang juga diwawancarain mengatakan bahwa Kejaksaan Negeri Semarang yang pernah menangani tindak pidana khusus, menyatakan bahwa dalam penentuan tempus delicti, jaksa tidak menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE melainkan menggunakan KUHP, karena dalam UU tersebut masi belum efektif menangani kasus cyber dan masi banyak kelemahanya.

0 komentar :

Post a Comment