BUKTI DIGITAL/DIGITAL EVIDENCE
PENDAHULUAN
Perkembangan internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang positif. salah satunya hal negatif yang merupakan efek sampingnya antara lain adalah kejahatan didunian cyber atau, cubercrime.
Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” ( port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan ( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab.
Perkembangan internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang positif. salah satunya hal negatif yang merupakan efek sampingnya antara lain adalah kejahatan didunian cyber atau, cubercrime.
Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” ( port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan ( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab.
Contoh kasus di Indonesia
1. Pencurian dan penggunaan account
Internet milik orang lain .
Salah satu kesulitan dari sebuah ISP
(Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang
“dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang
dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan
“password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian
tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya
jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini,
penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi
di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua
Warnet di Bandung.
2. Membajak situs web .
Salah satu kegiatan yang sering
dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah
deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan.
Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs
web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat
cracker ini?
3. Kejahatan yang berhubungan dengan
nama domain .
Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek
dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan
domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga
yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering
digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain
saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com)
Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain
plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti
kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.
Namun jika digali lebih dalam lagi, mungkin masih tertinggal
sisa-sisa kejahatan tersebut sepanjang jalan dunia maya. Untuk itu ada baiknya
jika kita mengetahui apa yang dimaksud dengan bukti digital (Digital Evidence)
.?
1.
Definisi
Bukti Digital (Digital Evidence)
Barang bukti sangat penting akan
keberadaannya karena Barang Bukti mengarah pada proses bagaimana, siapa, dan
dimana pelaku melakukannya dan tidak hanya hal Teknis saja, tapi barang bukti
mempengaruhi hasil dipengadilan nantinya. Untuk itu sangat perlu memperhatikan
perubahan disetiap tahap dalam proses analisa forensik yang kita kembangkan.
Berikut ini adalah beberapa definisi tentang Bukti digital:
a) Kelompok kerja yang
bernama “The Scientific Working Group on Digital Evidence” (SWGDE), (US
Federal Crime Laboratory) dan supervisi dari International
Organization on Computer Evidence (IOEC)
Bukti Digital adalah “Information
of probative value stored or transmitted in digital form.”Artinya Bukti
digital adalah segala informasi yang bersifat membuktikan terhadap nilai yang
tersimpan atau ditransmisikan dalam bentuk digital. Berdasarkan definisi
tersebut, bukti digital tidak hanya meliputi bukti yang dihasilkan atau
ditransmisikan melalui jaringan komputer saja, akan tetapi juga termasuk
perangkat audio, video bahkan telepon selular.
b)
Menurut
(Casey: 2000)
Bukti digital adalah semua data
yang dapat menampilkan atau menujukkan bahwa tindak kriminal terjadi atau dapat
memberi atau menghubungkan antara kriminalitas dan korbannya, atau tindak
kriminal dan pelakunya
c)
Harley
Kozushko, 2003).
Bukti digital adalah setiap dan
semua data digital yang dapat membuktikan bahwa itu adalah sebuah kejahatan
yang telah dilakukan atau data digital yang menghubungkan antara kejahatan
dengan korban atau kejahatan dengan pelakunya.
d)
Menurut
Chisum, 1999
Bukti Digital (Digital
Evidence) adalah data yang disimpan atau dikirimkan menggunakan komputer yang
dapat mendukung atau menyangkal sebuah pelanggaran tertentu, atau bisa juga
juga disebut sebagai petunjuk yang mengarahkan kepada elemen-elemen penting
yang berkaitan dengan sebuah pelanggaran.
e)
Menurut
Venema & Farmer, 2000
Bukti Digital umumnya merupakan
abstraksi dari beberapa objek digital atau kejadian. Ketika seseorang
mengoperasikan komputer untuk melakukan berbagai hal seperti mengirim e-mail,
atau kegiatan lainnya maka kegiatan itu akan menghasilkan jejak-jejak data yang
dapat memberikan sebagian gambaran dari kejadian yang sudah terjadi sebelumnya
2. Penjelasan Tentang Barang Bukti dalam kitab UU Hukum Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak
menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun
dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang
dapat disita, yaitu:
a)
benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh
atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari
tindak pidana;
b) benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c) benda yang digunakan untuk menghalang-halangi
penyelidikan tindak pidana;
d) benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana;
e) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).
Undang-Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang sering disebut dengan
UU ITE yang merupakan pedoman hukum cyber di Indonesia
ternyata tidak mencantumkan penjelasan tentang bukti digital ini. Namun
terdapat dua istilah yang mirip dengan bukti digital ini, yaitu informasi
elektronik dan dokumen elektronik.
Dalam pasal 1 butir 1 UU ITE
disebutkan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sedangkan dalam pasal 1 butir 4
UU ITE menjelaskan bahwa dokumen elektronik adalah setiap Informasi
Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
Informasi dan dokumen
elektronik tersebut dapat dibedakan tapi tidak dapat terpisahkan. Maksudnya
adalah Informasi elektronik merupakan data atau sekumpulan data sedangkan
dokumen elektronik merupakan tempat atau wadah dari informasi eletkronik
tersebut. Sebagai contoh, sebuah video berformat .mp4, maka isi dari video
tersebut baik itu berupa gambar, suara, dan lainnya merupakan informasi
elektronik, sedangkan file video .mp4 merupakan dokumen elektroniknya.
Selanjutnya bagaimana keabsahan bukti digital ini.? Seperti
yang kita etahui dalam KUHP pasal 184 ayat (1) mengatakan “alat bukti yang sah adalah : “keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa”. Tidak ada satu kata pun yang berbunyi
bukti digital dalam pasal tersebut.
Ternyata hal ini telah diatur di dalam pasal 5 ayat (1) UU
ITE yang mengatakan bahwa “alat bukti yang sah adalah : “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Dan juga diperkuat dalam
ayat (2) pasal 5 UU ITE juga menjelaskan bahwa “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan
hukum acara yang berlaku di Indonesia”.
Makna dari “perluasan dari alat bukti hukum yang
sah” tersebut menurut (Sitompul, 2012) adalah:
Ø Memperluas cakupan atau ruang
lingkup alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP; dan
Ø Mengatur sebagai alat bukti
lain, yaitu menambah alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP
Kesimpulan :
Dari beberapa penjelasan di atas
maka saya dapat menarik kesimpulan bahwa Bukti Digital (Digital Evidence)
adalah setiap data atau informasi yang di transmisikan menggunakan alat
komputer yang berupa data digital hasil ekstrak dari perangkat elektronik yang
dapat di pertanggung jawabkan di depan persidangan dan dapat menghasilkan
fakta-fakta mengenai kasus yang sedang di persidangkan baik itu untuk mendukun
atau menyangkal sebuah pelanggaran tertentu.
BERIKUT DOKUMEN DALAM BENTUK WORD
Referensi :
- Republik Indonesia. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (2008). Indonesia.
- Sitompul, J. (2012). Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Pidana. Jakarta: PT. Tatanusa.
- http://keamananinternet.tripod.com/pengertian-definisi-cybercrime.html (di akses 19 Maret 2017)
- http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaan-alat-bukti-dengan-barang-bukti (di akses 19 Maret 2017)
- https://adysuprianto.wordpress.com/2015/05/18/definisi-digital-evidence/ (di akses 19 Maret 2017)
- http://infohost.nmt.edu/~sfs/Students/HarleyKozushko/Papers/DigitalEvidencePaper.pdf (di akses 19 Maret 2017)
0 komentar :
Post a Comment